Hanya Sedetik

Wednesday, July 23, 2008 |

Beberapa hari yang lalu aku menerima telepon dari salah
seorang teman kuliahku yang sudah lama sekali tidak pernah
terdengar kabarnya. Pembicaraan yang semula mengenai
kegembiraan masa lalu dan acara wisuda yang baru saja ia lalui
berubah menjadi pembicaraan yang sangat menyentuh hati ketika
ia bercerita mengenai ayahnya.
Kesehatan ayahnya yang memburuk akhir-akhir ini membuat ia
harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Karena penyakit
yang dideritanya, ayahnya menjadi susah tidur dan sering
berceloteh sendiri. Temanku yang sudah beberapa hari terakhir
tidak pernah tidur karena menjaga ayahnya menjadi jengkel dan
berkata dengan ketus pada ayahnya supaya ayahnya diam dan
tidur dengan tenang. Ayahnya menjawab bahwa ia juga sebenarnya
ingin beristirahat karena ia sudah lelah sekali, dan jika
temanku itu keberatan menemani dirinya, biarlah ia sendiri
menjalani perawatan di rumah sakit.
Setelah berkata demikian, ayahnya menjadi tidak sadarkan diri
dan harus menjalani perawatan di ICU (intensive care unit).
Temanku begitu menyesal atas kata-kata yang tidak selayaknya
keluar dari mulut seorang anak kepada ayahnya sendiri.
Temanku yang aku kenal sebagai orang yang tegar, menangis
tersedu-sedu di ujung pesawat teleponku. Ia berkata bahwa
mulai saat itu, setiap hari ia berdoa agar ayahnya sadar
kembali. Apapun yang ayahnya akan katakan dan perbuat pada
dirinya akan diterima dengan senang hati. Ia hanya berharap
pada Tuhan agar diberi kesempatan untuk memperbaiki
kesalahannya yang lalu, yang mungkin akan disesali seumur
hidupnya.......
Sering kali kita mengeluh ketika menemani atau menjaga orang
tua kita hanya dalam hitungan tahun, bulan, hari, jam, bahkan
dalam hitungan menit. Tapi pernahkah kita pikirkan bahwa orang
tua kita menemani dan menjaga kita seumur hidup kita dan
seumur hidup mereka. Sejak lahir hingga dewasa, bahkan hingga
tiba saatnya ajal menjemput, mereka selalu menyertai kita.
Ketika pada akhirnya mereka menghadap Sang Kuasa pun, seluruh
kenangan yang mereka tinggalkan selalu menyertai selama hidup
kita.
Bayangkan betapa hancur hati kedua orang tua kita oleh (hanya)
sepatah kata yang singkat, "tidak", yang keluar dari mulut
kita ketika mereka berusaha merengkuh kita dalam pelukan kasih
sayang sejati, yang justru sering kita lihat sebagai sesuatu
yang mengekang dan menahan kita untuk terbang bebas di
angkasa. Entah kata apa lagi yang paling tepat untuk
menggantikan kata "tangis" bila tiada lagi air mata yang
keluar dari kedua mata mereka, karena telah habis digunakan
untuk menyirami hari-hari dalam kehidupan kita agar terus
tumbuh dan menghasilkan bunga dan buah yang menyemarakan
hari-hari kelam dalam roda kehidupan yang terus berputar.
Kita dapat mulai berjanji pada diri masing-masing bahwa sejak
saat ini tiada lagi keluhan yang keluar dari mulut kita ketika
menemani dan menjaga kedua orang tua kita. Tiada lagi keluhan
yang keluar dari mulut kita ketika merasa meraka terlalu
memperlakukan kita seperti anak kecil. Percayalah, di luar
sana banyak orang yang tidak seberuntung kita yang mempunyai
orang tua, yang merindukan hal-hal yang kita keluhkan, tetapi
tidak pernah mereka dapatkan.
Sebenarnya, hanya sedetik waktu yang dibutuhkan untuk merenung
dan menyalakan lentera yang akan membimbing kita ke tempat di
mana kedamaian terpendam. Sekarang tinggal tergantung dari
diri kita sendiri, maukah kita meluangkan waktu yang sangat
singkat itu namun besar artinya untuk sepanjang perjalanan
hidup kita.

0 komentar:

Post a Comment