Saling Mencintai

Thursday, December 20, 2007 |

Di jagat raya ini terdapat sebuah planet biru berkilauan indah.
ltulah Bumi, tempat kita semua berpijak dan bernaung.
Tangan-tangan Sang Maha Pencipta telah membentuk planet ini begitu cantik; tertimbang seimbang di gugusan bintang-bintang; dan terukur tepat di gerak derap sang waktu.
Kehidupan tumbuh dan gugur silih berganti semenjak lima puluh milyar tahun kelahiran matahari; sebuah evolusi yang panjang, rapi dan berhati-hati.
Planet elok dan jagat raya yang agung; semua itu hanya demi kehidupan manusia, maha karya yang menyimpan cahaya-Nya, yang diturunkan dua juta tahun lalu di Bumi ini.
Sedangkan kini matahari masih menyisakan Lima milyar tahun ke depan sebelum mendidihkan air di penjuru galaksi.
Perjalanan manakah yang kau kan tempuh, wahai manusia? Kita dapat melakukan perjalanan akbar ke angkasa menembus gelapnya alam raya; menyentuh tepiannya yang tak terbatas. Atau, perjalanan agung kedalam diri sendiri menerobos kelamnya sang Aku; menyentuh cahaya gemilang yang ditiupkan Sang Maha Pencipta.
Perjalanan manapun yang kita pilih, kita semestinya disadarkan bahwa tiada segala sesuatu mimpi tercipta tanpa rahmat dan cinta kasih yang melimpah-ruah. Karena itu, sesama kaki yang berpijak di bumi, sesama kepala yang menjulang ke langit, tiada benang pengikat yang pantas ditambatkan selain hidup saling memberi, saling menerima, dan saling mencintai.

Next Level ato Game Over ???

|

Berhentilah mengejar kesempurnaan cinta, karena itu ga akan pernah ada.
Ga juga dengan mati-matian mengubah dirimu jadi seseorang seperti yang dia pinta. Ga perlu pura-pura jadi orang lain, dan emang ga bakalan pernah bisa.
Mencintai dia, hari demi hari, berarti mencintai dirimu sendiri;
menerima kekonyolan, “kekurangan”, serpih-serpih terdalam di dirimu, yang selama ini tersembunyi di balik topeng-topeng kecantikan atau kepribadian.

Ga siapapun, ga juga kamu, yang bisa tau segalanya tentang dirimu sendiri.
Dan emang itu ga perlu!
Yang penting, dalam setiap momen yang ada, kamu mengekspresikan, memproyeksikan apa yang kamu rasakan. Biar semua keluar, seperti debu yang memutar ke langit, diangkat angin puting beliung.

Marah, kecewa, menangis, berteriak, “Udah, kita putus. Capek gue!”, atau apapun, ga ada yang haram dilakukan. Itu ga masalah.
Yang penting adalah, bagaimana kamu dan dia bisa kembali merasakan cinta mengobati semua luka, reunite, re-connected, dan setiap itu terjadi, kalian mestinya telah naik satu level, seperti main PS, bukannya malah memulainya dari awal lagi. Itu sih namanya game over!

Tak perlu bersumpah bahwa kamu ga akan pernah marah lagi sama dia. Itu cuma akan menambah koleksi sumpah yang kamu langgar.
Pergulatan hidup bakal sering berakhir dengan air mata. Masa depan yang tak pernah pasti, bakal menyebabkan stress, membuatmu terjebak dalam malam-malam panjang tanpa bisa memejamkan mata.

Tapi usai pertengkaran itu, dinginnya kesendirianan perlahan akan mengingatkanmu, betapa dia sungguh berharga, betapa dia sudah menjadi bagian terdalam dari dirimu, yang harus kau terima, seperti kamu menerima ketidaksempurnaanmu sendiri.
Jadi pilih mana, next level atau game over….???

Batu Besar

|

Suatu hari seorang seorang dosen sedang memberikan kuliah tentang manajemen waktu pada para mahasiswa MBA. Dengan penuh semangat ia berdiri depan kelas dan berkata, “Okey, sekarang waktu untuk quiz.” Kemudian ia mengeluarkan sebuah ember kosong dan meletakkannya di meja. Kemudian ia mengisi ember tersebut dengan batu besar sekepalan tangan. Ia mengisi terus hingga tidak ada lagi batu yang cukup utnuk dimasukkan ke dalam ember. Ia bertanya pada kelas, “Menurut kalian, apakah ember ini telah penuh?”
Semua mahasiswa serentak berkata, “Ya!”
Dosen bertanya kembali, “Sungguhkah demikian ?”

Kemudian, dari dalam meja ia mengeluarkan sekantung kerikil kecil. Ia menuangkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember lalu mengocok-ngocok ember itu sehingga kerikil-kerikil itu turun ke dalam ember lalu mengocok-ngocok ember itu sehingga kerikil-kerikil itu turun kebawah mengisi celah-celah kosong di antara batu-batu. Kemudian, sekali lagi ia bertanya pada kelas, “Nah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?”
Kali ini para mahasiswa terdiam. Seorang menjawab, mungkin tidak.”

“Bagus sekali,” sahut dosen. Kemudian ia mengeluarkan sekantung pasir dan menuangkannya ke dalam ember. Pasir itu berjatuhan mengisi celah-celah kosong antara batu dan kerikil. Sekali lagi, ia bertanya pada kelas, Baiklah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?”
“Belum!” Sahut seluruh kelas.

Sekali lagi ia berkata, “Bagus, bagus sekali. “ Kemudian ia meraih sebotol air dan mulai menuangkan airnya ke dalam ember sampai ke bibir ember. Lalu ia menoleh ke kelas dan bertanya, “Tahukah kalian apa maksud ilustrasi ini?”

Seorang mahasiswa dengan semangat mengacungkan jari dan berkata, “Maksudnya adalah,tak peduli seberapa padat jadwal kita, bila kita mau berusaha sekuat tenaga maka pasti kita bisa mengerjakannya.”

“Oh, bukan,” sahut dosen, “Bukan itu maksudnya. Kenyataan dari illustrasi mengajarkan pada kita bahwa bila anda tidak memasukan batu besar terlebih dahulu, maka anda tidak akan bisa memasukkan semuanya.”

Apa yang dimaksud dengan batu besar” dalam hidup anda? Anak-anak anda; Pasangan anda; Pendidikan anda; Hal-hal yang penting dalam hidup anda; Mengajarkan sesuatu pada orang lain; Melakukan pekerjaan yang kau cintai; Waktu untuk diri sendiri; Kesehatan Anda; Teman Anda; atau semua yang berharga.

Ingatlah untuk selalu memasukkan “Batu Besar” pertama kali atau anda akan kehilangan semuanya. Bila anda mengisinya dengan hal-hal kecil (semacam kerikil dan pasir) maka hidup anda akan penuh dengan hal-hal kecil yang merisaukan dan ini semestinya tidak perlu.
Karena dengan demikian anda akan penuh dengan hal-hal kecil yang merisaukan dan ini semestinya tidak perlu. Karena dengan demikan anda tidak akan pernah memiliki waktu yang sesungguhnya anda perlukan untuk hal-hal besar dan penting.
Oleh karena itu, setiap pagi dan malam, ketika akan merenungkan cerita pendek ini, tanyalah pada diri anda sendiri: “Apakah “Batu Besar” dalam hidup saya?” Lalu kerjakan itu pertama kali.”
Jum'at, 21 Desember 2007 10:18 (kata bijak)